PUCUK NIPAH'S BLOG

My random galleries

Minggu, 23 Februari 2014

budidaya singkong (pengaruh teknik penanaman)

I.     PENDAHULUAN


1.1    Latar belakang

Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak bagi setiap warga negara untuk memperolehnya. Ketersedian pangan sebaiknya cukup jumlahnya, bermutu baik, dan harganya terjangkau. Salah satu komponen pangan adalah karbohidrat yang merupakan sumber utama energi bagi tubuh. Di Indonesia tanaman pangan yang digunakan oleh masyarakat masih terbatas pada beberapa jenis, misalnya singkong (ubi kayu).
Singkong merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu atau ketela pohon. Ketela pohon berasal dari benua amerika, tepatnya dari negara brazil. Penyebaran hampir ke seluruh dunia, antara lain; Afrika , Madagaskar, India, Tiongkok. Ketela pohon berkembang dinegara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Di Indonesia, singkong menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Mamfaat daun singkong sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti lahan obat-obatan. Kayu nya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau didesa-dea sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, singkong dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada industri obat- obatan.
Indonesia termasuk negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga sebanyak 13.300.000 ton setelah brazil sebanyak 25.554.000 ton. Potensi pengembangan ubi kayu di Indonesia masih sangat luas mengingat lahan yang tersedia untuk budidaya ubi kayu cukup luas terutama dalam bentuk lahan di dataran rendah serta lahan-lahan di dataran tinggi dekat kawasan hutan.


1.2  Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum budidaya ubi kayu ini adalah agar  praktikan dapat mengetahui fase pertumbuhan ganyong dimulai dari stek batangannya dan fase kehidupan selanjutnya secara detail. Selain itu praktikum budidaya tanaman ganyong juga bertujuan agar praktikan dapat melakukan pengamatan kualitatif dan kuantitatif secara benar terhadap setiap peubah pertumbuhan tanaman dan dapat mengkolerasikan antara data peubah ke dalam bentuk informasi sederhana, lengkap, dan benar.








II.  BAHAN DAN METODE

2.1 Pelaksanaan

Praktikum budidaya ganyong ini dilakukan di areal lahan praktikum Kampus Gunung Gede, Diploma IPB. Praktikum dilaksanakan mulai tanggal                             23 September 2013 sampai dengan 23 Desember 2013.

2.2    Alat dan bahan

Alat yang biasa digunakan pada praktikum penanaman ubi kayu antara lain; cangkul, kored, meteran, tali raffia, dan ember. Sedang kan yang digunakan pada pengamatan adalah alat tulis dan penggaris. Bahan yang mendukung adalah stek ubi kayu, dan pupuk kandang

2.3    Prosedur Kerja

2.3.1   Penentuan Pola Tanam

Pola tanam adalah sistem penanaman dalam berusahatani. Pola tanam ada yang dengan sistem monokultur, yaitu penanaman satu jenis tanaman dalam satu lahan, dan ada yang sistem tumpangsari, yakni penanaman dua atau lebih jenis tanaman dalam satu lahan. Pola tanam harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada lahan tegalan/kering, waktu tanam yang paling baik adalah awal musim hujan atau setelah penanaman padi. Jarak antar tanaman yang umum digunakan pada pola monokultur yaitu 100 x 100 cm. Bila pola tanam dengan sistem tumpang sari, jarak tanam yang dapat digunakan adalah 150 x 150 cm atau 200 x 200 cm. Sedangkan pada pola guludan yang diterapkan pada praktikum, jarak tanam antar baris yang digunakan adalah 30cm x 30cm,dan jarak antar guludan 50cm x 50cm.

2.3.2   Cara Penanaman

Cara penanaman dilakukan dengan meruncingkan ujung atas stek ubi kayu untuk menghindari tergenangnya air di batang agar tidak terjadi pembusukkan atau menghindari patogen penyakit yang biasanya menyukai tempat-tempat yang lembab.  Stek batang kemudian ditanamkan sedalam 5-10 cm atau kurang lebih sepertiga bagian stek tertimbun tanah. Bila tanahnya keras/berat dan berair/lembab, stek ditanam dangkal saja.  Lakukan pemberian pupuk pada saat penanaman.  Pupuk yang digunakan sebagai pupuk dasar ini biasanya adalah pupuk kandang.  Pupuk diberikan di sekeliling tanaman dengan diameter sekitar 100 cm.  Tanah disekeliling tanaman digali atau dibuat parit kecil.   Kemudian pupuk ditaburkan  ke dalam parit tersebut.  Setelah itu ditutup dengan tanah dari bekas galian tadi.




2.3.3   Pemeliharaan Tanaman

Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan membuang gulma yang tumbuh di areal pertanaman ubi kayu. Dalam satu musim penanaman minimal dilakukan 2 (dua) kali penyiangan.  Alat yang digunakan dalam penyiangan ini dapat berupa cangkul, dan kored , sambil menggemburkan kembali tanah.  Penyiangan harus dilakukan  hati-hati, jangan sampai alat yang kita gunakan melukai tanaman ubi kayu. 

Pembumbunan
Cara pembumbunan dilakukan dengan menggemburkan tanah di sekitar tanaman dan setelah itu dibuat seperti guludan. Waktu pembumbunan dapat bersamaan dengan waktu penyiangan, hal ini dapat menghemat biaya. Sama halnya dengan penyiangan, pembumbunan penting dilakukan terutama agar umbi yang terbentuk dalam tanah menjadi besar-besar. Jadi pembumbunan ini memberikan keleluasaan pada akar agar dapat tumbuh dan berkembang  membentuk umbi dengan baik. 

Perempelan/Pemangkasan
Pada budidaya tanaman ubi kayu perlu dilakukan pemangkasan/pembu-angan tunas, karena minimal setiap pohon hanya mempunyai dua atau tiga cabang. Hal ini dilakukan agar batang ubi kayu tersebut bisa digunakan sebagai bibit lagi di musim tanam mendatang. Selain itu, konsentrasi pertumbuhan tanaman ubi kayu akan lebih mengarah pada pembentukan umbi, bukan daun. Kecuali dalam pembudidayaan  dengan tujuan untuk dipetik tunasnya.

2.3.2   Pengamatan

Pengamatan pada tanaman ubi kayu berupa dan keragaan hama penyakit yang menyerang ganyong. Pengamatan jumlah daun berdasarkan varietas dan teknik penanaman, perbedaan jumlah cabang berdasrkan teknik penanaman, keragaan, dan hama penyakit yang menyerang ubi kayu. Pengamatan keragaan pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perbedaan morfologi antar varietas tanaman serta mengetahui keunggulan masing-masing varietas yang berbeda dari tanaman yang sama sedangkan hama dan penyakit tanaman perlu diamati agar pembudidaya mengetahui teknis pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman yang diamati.









III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Deskripsi Tanaman
            Tanaman ubi kayu sering dikenal dengan nama  ketela pohon yang banyak tumbuh di daerah tropis ini, termasuk dalam ;
Kerajaan          :  Plantae
Divisi               :  Spermatophyta
Sub Divisi        :  Angiospermae
Kelas               :  Dicotyledoneae
Ordo                :  Euphorbiales
Famili              :  Euphorbiaceae
Genus              : Manihot
Spesies            :  Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
Ubi kayu mempunyai banyak nama, yaitu ketela, keutila, ubi kayee (A-ceh), ubi parancih (Minangkabau), ubi singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), huwi dangdeur (Sunda), tela pohung (Jawa), tela balandha (Madura), sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorontalo), lame kayu (Makassar), lame aju (Bugis), kasibi (Ternate, Tidore) ( Purwono 2009).
 Ubi kayu termasuk kedalam kelas Dicotyledoneae yang artinya tanaman ubi kayu termasuk salah satu jenis tanaman yang memiliki kambium pada batangnya, yang memungkinkan perkembangbiakkan dengan cara stek pada bagian batangnya.
Ubi kayu dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu ubi kayu yang digunakan sebagai bahan pangan dan sebagai bahan baku tapioka. Ubi kayu sebagai bahan pangan harus memenuhi syarat utama yaitu tidak mengandung racun HCN (<50 mg/Kg umbi basah). Kandungan HCN yang tinggi dapat menyebabkan keracunan bagi manusia maupun hewan, sehingga tidak dianjurkan untuk konsumsi segar.Ubi kayu yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan diantaranya; Adira-1 (27,5 mg), Malang-1 (<40 mg/kg),  dan Darul Hidayah (<40). Untuk keperluan industri tepung tapioka, umbi dengan kadar HCN tinggi tidak menjadi masalah karena bahan racun tersebut akan hilang selama pemrosesan menjadi tepung dan pati. Ubi kayu untuk bahan baku industri memiliki kandungan HCN seperti Adira-2 (124 mg /kg). Varietas ubi kayu unggul yang biasa ditanam antara lain Adira-1, Adira-4, Adira-2, Darul Hidayah, Malang-1, Malang-2, Malang-4, Malang-6, UJ-3, UJ-5. Ubi kayu yang digunakan untuk bahan baku bioetanol adalah ubi kayu yang memiliki kadar pati dan potensi hasil tinggi; tahan cekaman biotik dan abiotik; serta umur panen yang fleksibel. Varietas ubi kayu yang disarankan oleh Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) untuk bahan baku bioetanol adalah Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5. Hal itu dikarenakan kadar pati empat varietas tersebut tinggi.
Ubi kayu termasuk tanaman tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Secara umum tanaman ini tidak menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya Jones dalam Yuliawati (2009). Ubi kayu dapat tumbuh dengan baik ditempat padi dan jagung tumbuh tidak baik. Menurut Kusumastuti dalam Yuliawati (2009) keasaman tanah (pH) berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman, indikator kemungkinan adanya unsur hara beracun bagi tanaman dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme dalam tanah. Umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0 – 5,5. Ubi kayu dapat tumbuh pada tanah dengan keasaman 4,5-8 (optimal 5,8). Ubi kayu juga dikenal sebagai tanaman yang mampu tumbuh pada lahan-lahan marginal, tetapi produktifitasnya sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah. Yuliawati (2009) menambahkan, ubi kayu akan tumbuh dengan baik pada daerah dibawah 1.500 m dpl dengan curah hujan 750-1.000 mm/tahun dan suhu rata-rata 25-28C. Tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah tanah lempung berpasir yang cukup hara dan berstruktur gembur. Namun, dapat pula tumbuh pada tanah dengan tekstur berpasir hingga liat.
Tanaman singkong terdiri atas batang, daun, bunga, akar yang membentuk umbi, dan kulit umbi. Batang tanaman singkong berkayu, beruas-ruas, dengan ketinggian mencapai lebih dari 3 m. Warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnya berwarna hijau dan setelah tua menjadi keputih-putihan, kelabu, atau hijau kelabu. Batang berlubang, berisi empulur berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus. Susunan daun singkong berurat, menjari dengan cangap 5-9 helai. Daun singkong, terutama yang masih muda mengandung racun sianida, namun demikian dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit sayuran lain, misalnya daun papaya dan kenikir. Bunga tanaman singkong berumah satu dengan penyerbukan silang sehingga jarang berbuah. Umbi yang terbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung makanan cadangan. Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas kulit luar tipis (ari) berwarna kecoklat-coklatan (kering), kulit dalam agak tebal berwarna keputih-putihan (basah), dan daging berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung sianida dengan kadar yang berbeda. Kulit umbi ini menutupi umbi secara keseluruhan. Karena kulit umbi mempunyai susunan sel serta mempunyai lapisan tertentu sehingga kulit umbi dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian umbinya. Kulit umbi ubi kayu memilki warna yang berbeda-beda tergantung varietas ubi kayu tersebut. Beberapa masyarakat mempercayai warna kulit umbi mempengaruhi kualitas tekstur umbi.

3.2 Pertumbuhan Tanaman
            Berikut merupakan hasil pengamatan jumlah daun berdasarkan varietas dan teknik penanaman;
Pengamatan Minggu Ke-
Peubah Jumlah Daun (Helai)
Varietas lokal
Varietas roti

Tanam tegak
Tanam miring
Tanam tegak
Tanam miring
I
6
3
16
15
II
9
14
21
28
III
12
17
29
33
IV
15
20
43
43
V
18
24
58
61
VI
21
36
66
81
Rata-rata
13,5
19
33,4
43,5









            Dari tabel diatas, diketahui bahwa berdasarkan peubah jumlah daun diperoleh rata-rata jumlah daun terbanyak adalah varietas roti dengan teknik penanaman miring. Sedangkan jumlah daun terendah dihasilkan oleh varietas lokal dengan teknik penanaman miring. Dari dua varietas yang dibandingkan, rata-rata pengamatan enam minggu jumlah daun terbanyak yang diperoleh suatu informasi bahwa teknik penanaman yang baik adalah teknik penanaman miring sehingga mumlah daun yang tumbuh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah daun yang diperoleh dari teknik penananaman tegak. Penanaman miring dalam percobaan ini batang dan permukaan tanah membentuk sudut 45-60o. Daun merupakan organ yang memegang peranan yang penting dalam mengahsilkan energi yang selanjutnya sebagai hasil produksi (pati). Ketika jumlah daun yang muncul sedikit, kemungkinan besar energi yang dihasilkanpun sedikit, lalu energi yang dirubah dalam bentuk patipun hanya sedikit dibandingkan dengan tanaman yang memiliki jumlah daun yang banyak.
Diduga pada penanaman, posisi tanaman yang digunakan untuk teknik penanaman tegak terlindung dari pohon besarnyang berada dilahan. Selain unsur hara yang ada di tanah, tanaman juga memerlukan sinar matahari untuk penyusunan makanan(fotosintesis). Ketika sinar matajari berkurang, maka energi yang dihasilkanpun tidak seoptimal tanaman yang memperoleh sinar matahari maksimal. Sehingga, pertumbuhan vegetatif tanaman (daun yang muncul) tidak optimal pula.
Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wargiono, dkk (2006) yang ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut,

Cara tanam dan pengolahan tanah
Musim Hujan
Musim Kemarau
Daya Tumbuh (%)
Hasil Relatif (%)
Daya Tumbuh (%)
Hasil Relatif (%)
Posisi setek
·       Vertikal
·       Miring (45o)
·       Horizontal

100
100
92

100
96
69

100
92
71

100
92
58
Kedalaman tanah
·      10 cm
·      15 cm

97
98
87
90
75
98
74
91
Pengolahan tanah
·      Guludan (ridge)
·       Tanpa guludan

98
98
93
84
82
93
83
84

Sumber : Wargiono dkk 2006 dalam Prihandana 2007

Dalam tabel yang telah ditampilkan, data diketahui bahwa hasil yang paling baik baik daya tumbuh maupun hasil relatif adalah penanaman secara vertikal/tegak.hal hal ini dikarenakan ketika penanaman dilakukan dengan posisi batang vertikal  ditujukan agar akar terdistribusi secara merata. Selain itu, pangkal stek terlebih dahulu harus dipotong secara rata atau runcing. Volume akar ditanah dan penyebarannya berpengaruh pada jumlah hara yang dapat diserap tanaman, selanjutnya berdampak pada produksi. Kedalaman tanam 10-15 cm pada kondisi tanah gembur dan lembab untuk menjaga kesegaran setek. Sedangkan pada batang yang ditanam dalam posisi batang miring atau horizontal mendatar), akarmya tidak terdistribusi secara merata seperti stek yang ditanam vertikal pada kedalaman 15 cm dan kepadatannya rendah.
Berikut merupakan hasil pengamatan perbedaan jumlah cabang yang dihasilkan berdasarkan teknik penanaman,

No
Perbedaan
Miring
Tegak
1
Jumlah cabang
Maksimal 3 cabang (sedang)
Maksimal 4 cabang (lebih banyak)

            Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa jumlah cabang terbanyak didapat dari teknik penanaman tegak. Data yang dihasilkan berbanding terbalik dengan jumlah daun terbanyak yang didapat dari teknik penanaman miring. Hal ini diduga, cabang terbentuk karena adanya distribusi akar yang tidak merata sebagaimana telah dijelaskan diatas sehingga akar tidak dapat menyerap unsur hara secara optimal untuk menghasilkan energi yang kemudian digunakan unutk memacu pertumbuhan vegetatif tanaman seperti cabang.
            Berikut merupakan tabel hasil pengamatan keragaan antar varietas,

NO
Perbedaan
V. Lokal
V. Roti
1
Ukuran Pangkal batang
Sedang
Besar
2
Warna tangkai daun
Merah ungu
Hijau muda
3
Warna batang
Hijau keunguan
Hijau muda
4
Warna daun
Hijau muda
Agak pekat
5
Warna pucuk
Ungu kecoklatan
Hijau, sedikit ungu

            Dari tabel diatas, diketahui bahwa perbedaan keragaan dari varietas lokal dn roti terlihat jelas. Varietas roti memiliki batang yang lebih kecil dibandingkan varietas roti dengan batang yang lebih besar. Berdasarkan deskripsi diatas, varietas roti tersebut memiliki ciri yang mirip dengan varietas Malang-6 dengan ciri batang abu kehijauan, daun muda berwarna hiaju keunguan, tangkai daun hijau, warna batang hijau, dengan tipe batang bercabang. Sedangkan varietas lokal lebih dominan menunjukkan ciri yang sama dengan varietas unggul Darul Hidayah dengan ciri warna batang hijau, warna pucuk keunguan, warna daun hijau, dan warna tangkai daun merah ungu.

3.3 Gejala Serangan Organisme Pengganggu Tanaman
Beberapa hama dan penyakit ubi kayu yang banyak menyerang adalah tungau merah, belalang, uret (Xylothropus spp), babi hutan, cendawan dan bakteri seperti Xanthomonas campestris pv. Manihotis. (Pinus lingga 1989)
Tungau Merah
Hama utama ubi kayu adalah tungau merah (Tetranychus urticae). Hama ini hanya menyerang pada musim kemarau dan menyebabkan rontoknya daun. Petani hanya menganggap keadaan tersebut sebagai akibat kekeringan. Menurut Prihandana (2007) hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai dengan 95% di rumah kaca. Tungau dapat menyebabkan kerusakan tanaman ubi kayu dengancara mengurangi luas areal fotosintesis dan akhirnya mengakibatkan penurunan hasil panen ubi kayu. Kerusakan tanaman dapat diperparah oleh kondisi musim kering, kondisi tanaman stress air, dan kesuburan tanah yang rendah. Untuk pengendalian tungau merah sebaiknya ubi kayu ditanam di lahan pada awal musim hujan untuk mencegah terjadinya serangan tungau, dengan tenggang waktu 2 bulan. Namun, cara yang paling praktis, stabil dan ekonomis adalah dengan menanam varietas tahan tungau. Varietas Adira-4 dan Malang-6 yang cukup tahan tungau sedangkan UJ-3 dan UJ-5 peka tungau. Oleh karena itu, disarankan UJ-3 dan UJ-5 sebaiknya ditanam di daerah-daerah yang mempunyai bulan basah cukup panjang. Varietas UJ-3 dan UJ-5 kurang bagus ditanam di daerah yang mempunyai musim kering relatif panjang.

Kutu putih (Paracoccus marginatus)
Hama kutu putih (Paracoccus marginatus) biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Kutu putih merusak dengan cara mengisap cairan dan menyerang semua bagian tanaman, dari buah sampai pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput seperti terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan jelaga, sehingga permukaan tanaman yang diserang akan berwarna hitam. Kutu putih ini merusak tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman; mengeluarkan racun sehingga mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok; banyak menghasilkan eksudat berupa embun madu; dan dapat menimbulkan kematian tanaman. Dengan demikian, kutu putih ini memiliki potensi dapat merugikan ekonomis yang cukup tinggi (Deptan 2008). Hama ini dapat dikendalikan dengan menggunakan air sabun atau alkohol 70%. Apabila serangan hama sudah parah, maka dapat dikendalikan dengan insektisida (akothion) (Koran Tempo, 15 Agustus 2008).

Kutukebul (Aleurodicus dispersus Rusell)
Kutukebul (Hemiptera:Aleyrodidae) merupakan kelompok serangga yang berukuran kecil berwarna putih dan bertubuh lunak. Serangga ini dinamakan kutukebul karena kelompok serangga ini apabila berterbangan seperti ”kebul” (”kebul” dalam bahasa Jawa berarti asap). Kutukebul makan dibawah permukaan daun dari tanaman inang dan terbang seperti awan ketika diganggu. Di daerah tropis dan subtropis, kutukebul memelihara/mempertahankan diri dengan berganti fungsi menjadi vektor virus pada lahan pertanian (Jones dan Jones 1984).
Para ahli entomologi dan ahli penyakit tanaman mendeskripsikan kutukebul sebagai kelompok hama yang penting bagi tanaman pertanian. Hal ini karena kutukebul tidak hanya menyebabkan kerusakan langsung, tetapi juga kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung yang dimaksud adalah menghisap bahan makanan dan menginjeksikan racun kedalam jaringan tanaman yang dapat menyebabkan tanaman inang tampak layu, kerdil dan bahkan mati (Botha et al., 2000). Kerusakan tidak langsung adalah adanya beberapa spesies yang dapat berperan sebagai vektor penyakit yang dapat menyebabkan tanaman inang menguning dan daun mengeriting. Penghisapan cairan tanaman yang dilakukan oleh nimfa juga dapat menginduksi ketidakteraturan proses fisiologis tanaman (physiological disorder). Hal tersebut dapat dilihat pada ketidak teraturan waktu matang tanaman tomat dan daun yang keperakan (silverleaf) pada tanaman famili Cucurbitaceae.
Keberadaan kutukebul dapat mengundang patogen lain seperti embun jelaga (contohnya:Capnodium sp.) untuk hidup dan berkembangbiak pada tanaman inang tersebut. Embun madu menyediakan substrat yang ideal bagi perkembangan embun jelaga (Hoddle 2004). Embun madu dapat menutupi daun dan buah tanaman inang sehingga dapat membuat buah menjadi cacat serta dapat menghalangi cahaya matahari yang diperlukan tanaman untuk melakukan fotosintesis Watson dalam Yuliawati (2009) menyatakan, pengendalian dapat dilakukan dengan cara mekanis, yaitu dengan mengutip satu oersatu kutu kebul yang menyerang ubi kayu. Namun, jika kutu kebul belum menyebabkan kerugian secara ekonomi, dapat dibiarkan saja.

Bercak daun bakteri
Penyakit bercak daun bakteri disebabkan oleh Xanthomonas manihotis atau Cassava Bacterial Blight/CBG. Penyakit ini dapat dikenali dengan adanya gejala bercak-bercak bersudut pada daun lalu bergerak dan mengakibatkan pada daun kering dan akhirnya mati. Pengendalian dapat dilakukan dengan menanam varietas yang tahan, memotong atau memusnahkan bagian tanaman yang sakit, melakukan pergiliran tanaman, dan sanitasi kebun.

Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith)
Ciri bakteri hidup di daun, akar dan batang. Gejala penyakit berupa daun yang mendadak jadi layu seperti tersiram air panas. Akar, batang dan umbi langsung membusuk. Pengendalian dapat dilakuakn dengan pergiliran tanaman, menanam varietas yang tahan seperti Adira 1, Adira 2 dan Muara, melakukan pencabutan dan pemusnahan tanaman yang sakit berat.

Bercak daun coklat (Cercospora heningsii)
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan yang hidup di dalam daun. Gejala berupa daun bercak-bercak coklat, mengering, lubang-lubang bulat kecil, dan jaringan daun mati. Cara Pengendalian bida dilakukan dengan pelebaran jarak tanam, penanaman varietas yang tahan, pemangkasan pada daun yang sakit serta melakukan sanitasi kebun.

IV KESIMPULAN


4.1 Kesimpulan

Ubi kayu merupakan tanaman tropis dengan pencaran spesies di berbagai tempat. Ubi kayu  dibudidayakan sudah sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Ubi kayu memiliki beberapa varietas unggulan yang telah dikeluarkan oleh Departemen Pertanian dengan keunggulan dan ciri yang berbeda. Salah satu varietas yang dibudidayakan secara turun-temurun adalah ubi kayu lokal dan ubi kayu roti. Masing-masing varietas ubi kayu tersebut memilki bebrapa kelebihan dan ciri yang berbeda.
Beradsarkan teknik penanaman, teknik penanaman tegak merupakan teknik penanaman yang paling baik. Karena diduga akar mampu terdistribusi secraa merata, sehingga pertumbuhan ubi kayu optimal dan produksinyapun maksimal.


4.2 Saran

            Teknik budidaya suatu tanaman, diperlukan teknik yang benar agar hasil yang diperoleh maksimal. Termasuk teknik penanaman. Sebaiknya dalam budidaya ubi kayu dilakukan dengan posisi stek tegak dan sebaiknya dilakuakn pada musim hujan agar kebutuhan air ubi kayu tercukupi. Sedangkan penentuan varietas sebaiknya dipilih sesuai dengan kebutuhan dan keperluan pembudidaya.
            Dalam pengamatan untuk suatju parameter, sebaiknya diminimalkan faktor penghambat yang memungkinkan perubahanhasil pengamatan. Seperti pengamatan jumlah daun ubi kayu antar varietas, diusahakan lokasi penanaman antarv varietas harus sama (tidak ada variabel yang berbeda, kecuali kontrol). Sehingga, hasil pengamatan tidak rancu dan benar-benar akurat.











Daftar Pustaka

Botha J, Hardie D, Power G. 2000. Spiraling Whitefly Aleurodicus disperses, Exotic Threat to Western Australia. Fact sheet no. 18/2000.
Deptan. 2008. Waspada serangan kutu putih pada tanaman Pepaya. direktorat jenderal hortikultura http://www.hortikultura.deptan.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=200&Itemid=1 [25 Desember 2013]
Hoddle MS. 2004. The Biology and Management of Silverleaf Whitefy, Bemisia argentifolii Bellows and Perring (Homoptera: Aleyrodidae) on Greenhouse Grown Ornamentals. http://www.biocontrol.ucr.edu/bemisia.html#biology [25 Desember 2013]
Jones Jones. 1984. Pests of field crops. Ed ke-3. USA: Edward Arnold

Lingga Pinus. Bertanam ubi-ubian. 1989. Jakarta: Penebar Swadaya
Prihandana Rama, Noerwijari Kartika, Adinurani P.G., Setiyaningsih Dwi, Setiadi Sigit, Hendroko Roy. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka

Purnama D. 2008. Invasi Kutu dari Meksiko. Koran Tempo, 15 Agustus 2008.

Yuliawati. 2009  Pengelolaan Tanaman Dan Organisme Pengganggu Tanaman (Opt) Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz.) Di Kecamatan Ciemas, Sukabumi Dan Kecamatan Dramaga, Bogor (Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.